Wednesday, March 6, 2013

Aku, Anak Kecil dan Seorang Lelaki


Hari ini, begitu membosankan rasanya…..  tidak ada kegiatan berarti yang kulakukan. Ditambah kondisi yang menuntutku untuk tidak melakukan kegiatan ibadah seperti biasanya, menambah kebosananku pagi ini. Rutinitas yang biasanya kulalui di kala subuh hingga dzuhur tak bisa kulakukan. Yang kulakukan pagi ini hanya membaca buku untuk menghapus kebosanan. Bukannnya menghilangkan bosan, aku malah tambah bosan membaca buku, karena ceritanya yang menyedihkan.
Akhirnya dengan malas kuambil handuk dan dengan setengah memaksakan diri aku keluar kamar untuk mandi. Berusaha melawan kemalasanku hari ini. Selesai mandi, begitu masuk ke kamar tiba-tiba mataku melihat ke arah jendela. Di depan jendela kamar, kuliat dua pemandangan yang sangat jauh berbeda, sebuah tanah lapang dan sebuah bangunan rumah…
Pemandangan yang sering kuliat, di setiap pagi ketika kubuka jendela kamarku... Tapi hari ini ada pemandangan yang berbeda. Kulihat di tanah lapang itu, ada seorang anak kecil memakai jaket berwarna biru hitam, dan  topi. Mungkin usianya sekitar 10 – 13 tahun. Di saat seharusnya dia  di sekolah, menuntut ilmu malah berada di sana. Tapi yang kulihat sekarang justru seorang anak kecil yang sedang mencari-cari sampah plastik bekas tempat minuman dan kardus. Aku tidak bisa berhenti memperhatikan kelakuan anak itu. Tanpa menggunakan masker (penutup hidung), tanpa sarung tangan dan tanpa rasa jijik mengacak-acak sampah mencari apa yang bisa dia kumpulkan. Dia masukkan bekas minuman plastik itu ke dalam karung. Dia lipat dengan rapi kardus itu dan dia susun di atas bekas minuman plastik itu. Dan setelah terisi penuh dia ikat karung itu. Yang membuatku terharu caranya melakukan semua itu dengan sungguh-sungguh. Begitu pelan dan rapi. Dia melakukannya begitu tenang. Tidak ada rasa berat di wajahnya. Walau hanya sampah, tapi caranya melakukan itu semua, seakan itu adalah pekerjaan yang menuntut kerapian dan kesungguhan.. sementara diri ini, membuang sampahpun aku lakukan dengan ogah, dengan hati yang berat. Sementara dia begitu sungguh-sunguh…
Di lain sisi, di sebelah tanah lapang itu kulihat seorang laki-laki yang mungkin sudah berumur 30 tahunan. Di jam segini, dimana seharusnya laki-laki seumurannya sudah keluar mencari nafkah dia malah sedang asyik menelpon  di lantai 2 rumahnya…  Dari kamarku dapat kudengar apa yang dia bicarakan dengan lawan bicaranya di telpon. Sepertinya lawan bicaranya adalah seorang wanita. Terdengar dari percakapannya yang membuatku muak..
“sudah makan??”
“sudah mandi??”
Pembicaraan yang memuakkan untuk seorang laki-laki usia 30 tahunan yang menurutku masih menetap di rumah orangtua dan tidak memiliki pekerjaan malah memusingkan dirinya dengan sudah atau tidaknya pacar atau apalah namanya itu mandi dan makan. Kenapa hal seperti itu harus memusingkannya. Yang harusnya dia pusingkan adalah mencari nafkah, berpikir apa yang bisa dia lakukan untuk membahagiakan orang tuanya.
Sungguh terbalik dengan anak kecil itu… di usianya yang masih belasan malah sibuk mengais sampah hanya untuk makan. Entah apa dia masih sekolah atau tidak..
Dan aku….
Aku masih saja diam di samping jendela melihat 2 manusia yang sangat berbeda kelakuannya. Di tempatku berdiri kulihat anak kecil itu mulai bersiap mengangkat karung yang berisi bekas  minuman plastik dan kardus yang tadi dia kumpulkan. Kulihat anak itu akan segera pergi. Dengan tergesa-gesa kuambil rok, kudung dan kaos kakiku. Aku berlari ke luar kamar dan berusaha memanggil anak kecil itu. Untungnya ia mendengarku. Kulambaikan tanganku padanya, dengan wajahnya yang menyiratkan keanehan, “kenapa kakak ini memaggilku?”  mungkin itu yang ada di benaknya.. Dengan langkah kakinya yang gontai ia melangkah ke arahku. Diam.. dia hanya diam ketika berada tepat di depanku. Kuulurkan tanganku sambil berkata “ini dek” dengan senyum.. Dan kuliat di wajahnya yang tadinya heran berubah menjadi senyuman. Dia ulurkan pula tangannya dan berkata “terima kasih”... Banyak yang ingin kutanyakan padanya.. “siapa namanya, dimana dia tinggal, apa dia masih sekolah??” tapi kuurungkan niatku untuk menahannya lebih lama. Takut ia nanti akan kena hujan karena tampaknya langit semakin gelap.  Kutahu waktu baginya sangat penting. Agar tidak didahului oleh pemulung lain untuk menuju tempat sampah berikutnya..
Hari ini, dari jendelaku kutemukan sesuatu yang baru. Betapa malunya diri ini yang sempat merasa malas di pagi hari. Apa bedanya diriku dengan laki-laki  itu yang diriku saja muak melihatnya..
Anak berjaket biru, tanpa engkau sadari engkau telah memberi pelajaran yang sangat berharga pagi ini. Terimakasihku, dan kudoakan engkau menjadi anak yang soleh dan sukses nantinya. Sungguh beruntung orangtuamu, memiliki anak yang berbakti.

No comments:

Post a Comment